Haunted

Pernah merasa terancam dengan keberadaan seseorang? Like you suddenly become a prey hunting down by its predator. Like you playing hide-and-seek, which instead of wished to be found, you’d rather want to kept yourself hidden forever from you friend’s seeking.

Saya merasa terancam dengan keberadaan orang ini, entah sejak kapan. Seakan-akan ingin lantai membelah dan menelan saya bulat-bulat. Seakan-akan merasa kalau semua yang saya lakukan akan terlihat salah dan akan dicela habis-habisan. Seakan-akan setiap kata dan tindakan akan berubah menjadi sesuatu yang horrible, sehingga lebih baik diam daripada tertolak.

Don’t get me wrong, i’s not like I hate this person. This person is someone I really adored and cherished. A person I treasured a lot. Orang ini salah satu orang berhati paling baik yang pernah saya kenal. Apa pernah dia mencela saya? Sama sekali tidak. Ilustrasi di atas cuma halusinasi dalam kepala saya yang menggambarkan betapa mengkerutnya mental saya saat berhadapan dengan orang ini, gambaran mental tentang apa yang paling saya takutkan.

This person is like a god to me. Gracious yet scary and merciless”

Saya yang biasanya masa bodo dengan sekeliling tiba-tiba menjadi seperti anak kecil yang memegang rok ibunya karena ketakutan. Saya yang cuek tiba-tiba menjadi orang yang paranoid dengan apa kata orang lain. Saya yang serampangan dan irresponsible tiba-tiba ingin menjadi seorang perfectionist yang takut dicela dan ditolak. Saya jadi bukan saya lagi.

Faith + Trust = Give + Take??


“Kalau saya berikan setia ini buat anda, bukan berarti saya juga menuntut anda untuk setia” - me myself



Manusia itu aneh. Manusia itu serakah, gak ingin rugi. Semua orang di planet bernama bumi ini tahu, kalau konsep utama dalam hubungan sosial adalah paham give-and-take yang sinergis. “You give me something, then I’ll give something equals too”.

Ini yang sering diterapkan dalam interaksi manusia sehari-hari –entah dalam bisnis, pertemanan, cinta, just name every relationships; konsep ini tetap berlaku. Walaupun saya percaya kalau satu-satunya hubungan tanpa konsep give-and-take cuma relasi antara orang tua dan anak.

Jadi apa yang terjadi kalau salah satu pihak berhenti untuk memberi? Naadaa.... the end.

Orang itu baru saja memutuskan (entah sengaja atau tidak) untuk mengakhiri suatu hubungan. How ironic. Well, but that’s the fact. We’re human, jadi haraplah maklum